Tak semua limbah berujung di tempat sampah. Di tangan orang yang jeli lagi kreatif, bahan limbah bekas industri mebel kayu dan kulit padi kering mampu menghasilkan kerajinan yang menarik. Karena tak ada biaya bahan baku, usaha kerajinan ini mendatangkan fulus yang lumayan.
Kreatif dan jeli melihat peluang bisnis adalah modal yang dibutuhkan seorang pelaku usaha. Salah seorang perajin asal Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, memanfaatkan limbah kayu dan kulit padi yang banyak tersedia di daerahnya.
Memakai bendera Galuh Kirana, Maryuki mulai menggeluti kerajinan berbahan limbah ini sejak 2006 silam. Dia hanya menggelontorkan modal Rp 100.000. Sebagian duit ini ia gunakan untuk mengongkosi temannya yang merakit alat penghalus atau pengamplas bertenaga listrik. “Bahan limbah tak perlu beli karena di tempat saya banyak dan dibuang-buang,” terang Maryuki.
Ide membuat kerajinan berbahan limbah muncul kala ada pelanggan yang meminta Maryuki membuatkan barang kerajinan. Pelanggan ini merupakan bekas pelanggan keramik buatan Maryuki. Ya, sebelum terjun di kerajinan berbahan limbah, Maryuki menekuni kerajinan keramik sejak 1998. Namun, karena permintaan keramik tidak bagus, usaha ini berhenti.
Nah, melihat di sekitar rumahnya banyak serutan kayu limbah usaha mebel, Maryuki memiliki ide untuk memanfaatkan limbah tersebut. Selain kayu, ia juga bereksperimen membuat kerajinan dari kulit beras atau gabah kering. Maryuki mendapatkan semua bahan-bahan ini secara cuma-cuma.
Selain limbah kayu atau gabah, Maryuki butuh resin dan sedikit palk. Untuk membuat patung, misalnya, langkah pertama, ia membuat cetakan memakai bahan silikon, lengkap dengan detil-detilnya.
Kemudian bahan resin yang telah dicampur dengan sedikit palk dicetak menggunakan cetakan berbahan silikon tersebut. Sementara, bahan limbah berupa serutan kayu atau gabah tadi dituang ke dalam patung tersebut agar patung padat dan tak berlubang. Patung dengan tema Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan pesawat tempur merupakan salah satu patung andalan Maryuki.
Selain patung, Maryuki juga suka membikin relief dan asbak. Untuk asbak, Maryuki memilih bahan resin yang transparan agar tekstur bahan limbah yang ada di dalamnya tetap terlihat.
Kini, Maryuki mempekerjakan lima karyawan dan sejumlah pekerja tidak tetap yang berasal dari kalangan remaja karang taruna dan pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sedang magang. Ia membayar tenaga kerja ini antara Rp 15.000 sampai Rp 25.000 per hari.
Harga jual produk Maryuki cukup bervariasi. Harga patung yang tersedia dalam tiga ukuran tinggi, yakni 10 centimetar (cm), 30 cm, dan 40 cm, antara Rp 5.000 sampai Rp 40.000 per unit. Sementara produk relief dan asbak dijual antara Rp 10.000 sampai Rp 30.000 per unit.
Maryuki menjual barang-barang produksinya ini kepada bekas pelanggan keramiknya yang tersebar di Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Dalam sebulan, Maryuki bisa memproduksi patung prajurit TNI ukuran sedang sampai 500 unit. Jika ditotal dengan ukuran yang lain plus kerajinan di luar patung, produksi barang per bulan mencapai ribuan unit.
Dengan hanya menghitung hasil penjualan patung ukuran sedang saja, per bulan, Maryuki mampu menangguk omzet hingga Rp 12,5 juta. Ini dengan asumsi Maryuki menjual patung itu seharga Rp 25.000. “Keuntungan saya maksimal sepertiganya,” aku pria lulusan Sekolah Menengah Seni rupa (SMSR), Yogyakarta ini.
Sejauh ini, Maryuki mengaku, kendala utama yang ia hadapi adalah keterbatasan modal. Pria yang hobi fotografi ini memendam keinginan untuk mengembangkan usahanya. Dia berkeinginan menempatkan produknya di sejumlah toko-toko suvenir di Yogyakarta dengan sistem bagi hasil atau konsinyasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar